Pink Sketch Heart

Sabtu, 23 Februari 2013

Pengawasan Produksi Barang PT Pertamina Bab II


BAB II 
PEMBAHASAN 


2.1. SEJARAH 
PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Republik Indonesia (state-owned oil company) yang dibentuk pada tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961, perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERMINA, dan setelah digabung dengan PN PERTAMIN di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 8 Tahun 1971, nama perusahaan menjadi PERTAMINA. Nama Perusahaan ini tetap digunakan pada waktu PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi Perseroan Terbatas pada tanggal 17 September 2003, menjadi PT PERTAMINA (PERSERO). 
Pendirian PT PERTAMINA (PERSERO) dikukuhkan berdasarkan akta Notaris Lanny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui Surat Keputusan No.C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Adapun tujuan dari Perusahaan Perseroan adalah untuk: Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perseroan secara efektif dan efisien dan memberikan kontribusi dalam peningkatan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. 
Perseroan melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut: 
a. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi berserta hasil olahan dan turunannya. 
b. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik perseroan 
c. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG. 
d. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b,c diatas. 
Sejalan dengan UU Migas serta kebijakan lain terkait dengan BUMN dan Perseroan, maka pada tahun 2006 pemerintah Republik Indonesia memberlakukan suatu kebijakan baru tentang pola kompensasi pendistribusian BBM bersubsidi (dalam kaitan penugasan public service obligation/PSO). Perubahan kebijakan tersebut adalah dari pola cost + fee menjadi berdasarkan harga keekonomian plus margin. 

2.2. PENGAWASAN PRODUKSI 
Controling merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilaksanakan oleh seorang controller ( pengawas ). Pengawasan produksi dalam perusahaan dilakukan untuk menemukan dan mengoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang telah dicapai dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan, pada setiap tahap-tahap kegiatan perlu dilakukan pengawasan. Sebab apabila terjadi penyimpangan akan lebih cepat melakukan koreksi atau perbaikan. 
Pengawasan produksi dapat diartikan secara negatif, positif, dan dalam arti luas. Dalam arti negatif pengawasan produksi dapat diartikan sebagai tindakan mencari-cari kesalahan dalam produksi kemudian memberikan sanksi, dan melakukan larangan-larangan. Dalam arti positif pengawasan produksi ialah tindakan-tindakan agar organisasi atau perusahaan berjalan terarah, tidak terjadi kesalahan-kesalahan, penyimpangan atau kebocoran di segala bidang. Sedangkan dalam arti luas, pengawasan produksi adalah aktifitas controller untuk melakukan pengamatan, penelitian dan penilaian dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi atau perusahaan yang sedang atau telah berjalan untuk mencapain tujuan yang telah ditetapkan. Dalam PT PERTAMINA pengawasan produksi di lakukan dalam tiga hal pengawasan pre action, pengawasan proses, dan pengawasan post action. 

2.2.1. Pengawasan Pre Action 
Dirancang untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Pengawasan sebelum tindakan memastikan bahwa sebelum tindakan dimulai maka sumber daya manusia, bahan, dan financial yang diperlukan telah dianggarkan. 
Pengawasan sebelum produksi dilakukan beberapa tes pada barang tersebut. Pengambilan sample 1.000 cc melalui becker glass atau closed circuit sampler untuk diperlihatkan dan dimintakan persetujuan kepada petugas yang akan diserahkan dalam kondisi "CLEAR & BRIGHT" yaitu : 
a. Clear 
Bebas daripada air melalui pemeriksaan menggunakan peralatan Water Detector dapat mendeteksi air hingga 30 ppm serta bebas dari adanya solid matters particle secara kasat mata. 
b. Bright 
Kejernihan produk yang akan diserahkan berdasarkan appearance merupakan produk yang colourless. Setelah pemeriksaan bersama dan atas dasar approved maka refueling dapat dimulai. 

2.2.2. Pengawasan Proses 
Pengawasan yang dilakukan bersama dengan pelaksanaan kegiatan Merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan, untuk menjadi semacam peralatan "double check" yang telah menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan. Selama pengisian berlangsung petugas refueling akan selalu melaksanakan pemantauan terhadap kondisi kerja sistem filter atau penyaringan untuk tidak melampaui sesuai batas maksimum yang diijinkan yaitu 22 psi. 

2.2.3. Pengawasan Post Action 
Pengawasan ini untuk mengukur hasil dari kegiatan yang sudah diselesaikan. Penyebab penyimpangan dari rencana atau standar yang telah ditentukan dan temuan tersebut diaplikasikan pada aktivitas yang sama dimasa yang akan datang. 
Setelah pengisian petugas akan melaksanakan pengambilan "Retained Sample" @ 1.000 cc untuk memasukkan kedalam botol tertutup & tersegel menggunakan label yang ditanda tangani bersama pihak airliner untuk disimpan selama jangka waktu penyimpanan (masa berlaku): 1 x 24 jam. Pengawasan ini adalah untuk memastikan bahwa output yang dihasilkan sesuai dengan standar dengan kata lain sebagai pengukur hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. 
Ada beberapa tahap proses pengawasan antara lain : 
a. Penetapan standard kegiatan 
b. Penentuan pengukuran kegiatan 
c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata 
d. Membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan standard dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan. 
e. Mengambil tindakan pengoreksian bila dianggap perlu 

2.3. EVALUASI 
Dalam hal ini, terdapat beberapa alasan akan pentingnya pengawasan di dalam setiap organisasi : 
a. Adanya perubahan di lingkungan organisasi. Menyebabkan fungsi pengawasan harus dilaksanakan agar dampak dari perubahan-perubahan tersebut segera dapat dideteksi sehingga manajemen akan mampu menghadapi tantangan dan peluang yang disebabkan oleh perubahan itu. Misalnya timbulnya perubahan teknologi, adanya pesaing-pesaing baru yang muncul. 
b Organisasi menjadi semakin kompleks. Pada umumnya organisasi saat ini cenderung bercorak desentralisasi, maka kegiatan perusahaan menjadi terpisah-pisah secara geografis, lebih luas dan kompleks. Demikian juga jika banyak dipakai penyalur dalam penjualan produk, maka untuk menjaga kualitas dan profitabilitas, perlu system pengawasan yang lebih teliti. 
c. Timbulnya kesalahan-kesalahan dalam bekerja. Untuk mendeteksi adanya kesalahan yang mungkin diperbuat oleh pelaku organisasi, maka digunakan fungsi pengawasan, semakin jarang pekerja melakukan kesalahan, semakin sederhana manajemen melakukan fungsi pengawasan. 
d. Kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang. Mengimplementasikan sistem pengawasan merupakan cara yang tepat untuk memeriksa pelaksanaan tugas-tugas pekerja yang telah didelegasikan. Namun demikian, manajer harus dapat menjaga keseimbangan antara pengawasan dengan kebebasan pribadi dari pekerja supaya tidak mematikan kreatifitas 

2.4. ANALISA 
Setelah melihat proses pengawasan dalam kegiatan produksi berikut analisa langkah-langkah dan Proses Pengawasan : 
a. Menetapkan standard and metode. Untuk mengukur prestasi dalam beberapa target yang harus dicapai dan beberapa jumlah produksi yang harus dicapai. 
b. Mengukur prestasi kerja. Hal ini merupakan proses yang berkesinambungan dan berulang-ulang yang frekuensinya tergantung pada jenis aktiitasnya, sebaiknya dilakukan dengan segera agar waktunya tidak terlalu panjang. 
c. Menentukan apakah prestasi kerja memenuhi standar. Merupakan kelanjutan dari kedua langkah terdahulu yaitu membandingkan antara langkah pertama dan langkah kedua. 
d. Mengambil tindakan korektif. Apabila tidak ada penyimpangan pada langkah pertama dan kedua maka manajemen tidak perlu melakukan tindakan apa-apa. Tapi jika sebaliknya, maka manajemen perlu melakukan tindakan korektif. Tindakan ini dapat berupa perubahan aktifitas organisasi atau pada standar kerja yang telah ditetapkan semula 

0 komentar:

Posting Komentar