Sumpah Palapa mempunyai makna yang sama yakni persatuan dan kesatuan. Hal ini telihat dari isi kedua sumpah tersebut. Sumpah Palapa yang berbunyi “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa”, atau dalam dalam bahasa Indonesia kurang lebih “Aku tidak akan makan buah palapa sebelum daerah di seluruh nusantara dipersatukan di bawah kekuasaan Majapahit” maknanya kurang lebih adalah Gajah Mada tidak akan pernah menyentuh dan merasakan kenikmatan duniawi sebelum Gajah Mada dapat menyatukan seluruh nusantara di bawah panji Kerajaan Majapahit. Dari kata menyatukan dapat disimpulkan bahwa Gajah Mada menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di bumi nusantara melalui Sumpah Palapa.
Sumpah Palapa yang dikumandangkan oleh Gajah Mada mempunyai tujuan yaitu ingin mempersatukan seluruh kerajaan-kerajaan di nusantara di bawah panji Kerajaan Majapahit, untuk memperkuat pertahanan nusantara, dan yang terpenting untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Ada petingnya kita mengerti sejarah ataupun menengok kembali tentang sejarah-sejarah terdahulu baik itu sejarah sumpah palapa ataupun tentang sejarah-sejarah yang lainnya, seperti halnya dengan Sumpah Palapa tersebut dapat kita jadikan acuan dan panduan untuk melakukan pemberantasan korupsi di Negara Republik Indonesia yang dewasa ini marak sekali terjadi baik kalangan pejabat eksekutif maupun pejabat-pejabat biasa.
Upaya mengatasi praktik korupsi mengental dalam tubuh Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) yang sempat sangat disegani pada awal pendiriannya. Keseganan berkurang tatkala ada pengurusnya yang disebut-sebut terIibat dalam kasus serupa. KPKpun terseret masalah yang seharusnya disingkirkan. Sebagian rakyat sudah kehilangan harapan untuk memberangus korupsi yang membelit bangsa ini begitu kuat kendati kemerdekaan sudah diraih sejak 66 tahun silam.
Kecerdasan elite bangsa ini justru dalam hal menghindari dari tudingan korupsi. Kendati demikian, yang menghindari korupsi, sering terbukti menjadi koruptor setelah bawahan diperiksa dan terbukti melakukan korupsi. Belakangan, tidak sedikit yang mengerahkan massa untuk menghalangi upaya pemeriksaan terhadap dirinya sebagai tersangka. Kalau perIu, seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang menjadi bawahannya digiring untuk berdemonstrasi agar publik mempercayai figure pejabat tertentu dianggap bersih dari korupsi. Kenyataannya, publik dibingungkan antara korupsi secara praktik politis. Banyak yang menyangkal bahwa sejumlah kader yang menjadi birokrat terjerat korupsi sebagai upaya penjatuhan citra untuk menjatuhkan partai politik tertentu. Sejumlah kalangan mengira jika korupsi disebabkan kesejahteraan yang rendah dan penegakan hukum yang lemah. Kalangan lainnya menuding rakyat memberikan kesempatan korupsi melalui praktik percaloan. Dampaknya, banyak aparat merangkap calo. pelayanan publik berbasis pamrihpun mengembang.
Publik pun tidak menganggap dunia pendidikan dapat lebih baik tatkala KPK mulai berencana membidik pengelola sejumlah bantuan sekolah sebagai sasaran baru. ltu berarti akan ada kalangan guru, kepala sekolah, dan pejabat Dinas Pendidikan yang disinyalir melakukan korupsi. Bisa jadi ada penyimpangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan. Sejumlah pengelola bantuan sekolah sudah ber-siap mencari kambing hitam agar dirinya tidak sendirian menjadi tersangka. Saat bersamaan, insan pers yang tidak memiliki media dan lembaga swadaya masyarakat yang tidak terdaftar, berbondong-bondong datang menginvestigasi dan berujung kepada uang transpor jika pihak sekolah tidak ingin dilaporkan adanya penyimpangan.
Saling tuding bisa terus berkembang, semua terbawa dalam kasus korupsi dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, jika korupsi digali dengan cermat, penjara di Negeri mini akan penuh oleh para koruptor sejalan dengan indeks tata kelola pemerintahan (good governance) yang paling rendah diantara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Kondisi ini tidak akan membaik sepanjang kepentingan kelompok dan golongan senantiasa dibungkus dengan kemasan kepentingan umum. Dampaknya, program kerja yang diusung rezim tertentu berakhir tatkala rezimnya digantikan rezim lainnya. Tambal sulampun mewarnai perjalanan pembangunan bangsa ini sehingga tidak pernah tuntas mewujudkan kesejahteraan bangsa selain kesejahteraan sejumlah kelompok penguasanya.
Tampaknya harus dimulai dari nol lagi, pemberantasan korupsi hanya menjadi wacana yang tidak pernah selesai karena sejumlah pewacana pun sering kali menjadi bagian dari praktik tersebut. Bisa jadi bangsa ini akan jalan di tempat tanpa kemajuan yang dapat diandalkan menghadapi tantangan globalisasi. Untuk itu, memulai dari nol tampaknya harus menjadi kesadaran bahwa semua bersalah dan bangkit memperbaiki diri secara bersamaan. Dunia pendidikan dijadikan langkah awal perbaikan moral bangsa ini agar menerima keadaan seburuk apapun.
Pilar pendidikan yang terdiri atas sekolah, keluarga, dan masyarakat dibangkitkan kembali perannya. Anak yang nilai ujiannya rendah tidak dimaki karena danggap memalukan orang tuanya .. Bisa jadi rendahnya nilai di sekolah menjadi akibat rendahnya perhatian orang tua yang sibuk di luar rumah. Mungkin saja untuk antisipasinya, sejumlah orang tua mampu melobi sejumlan guru agar nilai anaknya bisa selamat. Dampaknya, permainan nilai mulai berkembang, mulai dari praktik menyontek secara bersama-sarna sampai pembelian nilai secara langsung. Praktik semacam itu tanpa sengaja sudah menjadi kebiasaan sejumlah kalangan masyarakat. Kondisi masyarakat seperti itu, tampaknya merupakan symbol kronisnya penyakit moral bangsa ini yang memupuk praktik koruptif semakin subur. Oleh karena itu, semua harus merasa bersalah dan bertekad memperbaiki diri.
Kesadaran bersalah menjadi penting agar menjadi awal yang baik. Guru, pejabat, aparat, orang tua, pemuka agama, dan masyarakat harus merasa salah dan berdosa telah mengkhianati bangsa ini demi dirinya sendiri. Tanpa kesadaran tersebut, moral tidak akan pernah membaik sehingga korupsi akan bersandingan dengan kebrutalan remaja serta kekacauan hidup di masyarakat. Pemuka agama, guru, dan pernerintah menjadi yang terdepan dalam gerakan perbaikan moral. Semangat materialisme perlu ditekan seminimal mungkin agar kebanggaan hidup mewah berubah menjadi hidup sederhana. Kegemaran pamer kekayaan digeser menjadi kesalahan sosial.
Untuk mewujudkan upaya tersebut, pemerintah harus sanggup menyeleksi pejabat yang tulus dari yang korup agar praktik hina tersebut terus dikutuk dan tidak dituruti. Hukuman penjara perlu disertai hukuman sosial terhadap pelakunya sehingga pejabat, guru, ataupun anggota legislative yang kekayaannya tidak masuk akal harus dicurigai dan tidak boleh dihargai. Hal itu akan membuat semua orang berhati-hati sehingga kontrol internal keluarga akan semakin besar. Dengan demikian, pejabat, guru ataupun anggota legislative yang mencuat kekayaannya akan dihakimi oleh keluarganya sendiri.
Membangun penghargaan terhadap kesederhanaan menjadi penting dikembangkan agar praktik korupsi dapat ditekan. Dengan cara itu, pejabat tidak mengejar tumpukan uang untuk menapaki kariernya, pemuka agama tidak berdakwah demi uang, pers dan LSM tidak disusupi pemeras yang hanya mencari peluang untuk mencari sasaran empuk. Lembaga pendidikan pun tidak menyediakan ruang untuk transaksi akademis untuk mengatrol nilai dan gelar tanpa kesesuaian dengan peserta didiknya.
Pejabat pun tidak lagi dipilih berdasarkan pertemanan, uang, dan saudara. Bila semua hal tadi dapat terwujud, bangsa ini akan merdeka dari korupsi mewujudkan seluruh harapan bersama untuk menjadi sejahtera, cerdas, dan maju. Kebanggaan hidup sederhana harus terus dikembangkan, sehingga. bangsa lain tidak lagi mudah mengeksploitasi bangsa ini. Kebanggaan terhadap negeripun perlu terus ditanamkan melalui beragam kampanye cinta bangsa, bahasa, dan tanah air serta mempunyai jiwa persatuan dan kesatuan bersama terhadap bangsa. seperti tertera dalam Sumpah Palapa yang sudah lagi jarang diucapkan. Semua bertanggung jawab untuk mengubahnya dan masih ada waktu dan jalan untuk semua harapan.
Sumpah Palapa yang dikumandangkan oleh Gajah Mada mempunyai tujuan yaitu ingin mempersatukan seluruh kerajaan-kerajaan di nusantara di bawah panji Kerajaan Majapahit, untuk memperkuat pertahanan nusantara, dan yang terpenting untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Ada petingnya kita mengerti sejarah ataupun menengok kembali tentang sejarah-sejarah terdahulu baik itu sejarah sumpah palapa ataupun tentang sejarah-sejarah yang lainnya, seperti halnya dengan Sumpah Palapa tersebut dapat kita jadikan acuan dan panduan untuk melakukan pemberantasan korupsi di Negara Republik Indonesia yang dewasa ini marak sekali terjadi baik kalangan pejabat eksekutif maupun pejabat-pejabat biasa.
Upaya mengatasi praktik korupsi mengental dalam tubuh Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) yang sempat sangat disegani pada awal pendiriannya. Keseganan berkurang tatkala ada pengurusnya yang disebut-sebut terIibat dalam kasus serupa. KPKpun terseret masalah yang seharusnya disingkirkan. Sebagian rakyat sudah kehilangan harapan untuk memberangus korupsi yang membelit bangsa ini begitu kuat kendati kemerdekaan sudah diraih sejak 66 tahun silam.
Kecerdasan elite bangsa ini justru dalam hal menghindari dari tudingan korupsi. Kendati demikian, yang menghindari korupsi, sering terbukti menjadi koruptor setelah bawahan diperiksa dan terbukti melakukan korupsi. Belakangan, tidak sedikit yang mengerahkan massa untuk menghalangi upaya pemeriksaan terhadap dirinya sebagai tersangka. Kalau perIu, seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang menjadi bawahannya digiring untuk berdemonstrasi agar publik mempercayai figure pejabat tertentu dianggap bersih dari korupsi. Kenyataannya, publik dibingungkan antara korupsi secara praktik politis. Banyak yang menyangkal bahwa sejumlah kader yang menjadi birokrat terjerat korupsi sebagai upaya penjatuhan citra untuk menjatuhkan partai politik tertentu. Sejumlah kalangan mengira jika korupsi disebabkan kesejahteraan yang rendah dan penegakan hukum yang lemah. Kalangan lainnya menuding rakyat memberikan kesempatan korupsi melalui praktik percaloan. Dampaknya, banyak aparat merangkap calo. pelayanan publik berbasis pamrihpun mengembang.
Publik pun tidak menganggap dunia pendidikan dapat lebih baik tatkala KPK mulai berencana membidik pengelola sejumlah bantuan sekolah sebagai sasaran baru. ltu berarti akan ada kalangan guru, kepala sekolah, dan pejabat Dinas Pendidikan yang disinyalir melakukan korupsi. Bisa jadi ada penyimpangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan. Sejumlah pengelola bantuan sekolah sudah ber-siap mencari kambing hitam agar dirinya tidak sendirian menjadi tersangka. Saat bersamaan, insan pers yang tidak memiliki media dan lembaga swadaya masyarakat yang tidak terdaftar, berbondong-bondong datang menginvestigasi dan berujung kepada uang transpor jika pihak sekolah tidak ingin dilaporkan adanya penyimpangan.
Saling tuding bisa terus berkembang, semua terbawa dalam kasus korupsi dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, jika korupsi digali dengan cermat, penjara di Negeri mini akan penuh oleh para koruptor sejalan dengan indeks tata kelola pemerintahan (good governance) yang paling rendah diantara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Kondisi ini tidak akan membaik sepanjang kepentingan kelompok dan golongan senantiasa dibungkus dengan kemasan kepentingan umum. Dampaknya, program kerja yang diusung rezim tertentu berakhir tatkala rezimnya digantikan rezim lainnya. Tambal sulampun mewarnai perjalanan pembangunan bangsa ini sehingga tidak pernah tuntas mewujudkan kesejahteraan bangsa selain kesejahteraan sejumlah kelompok penguasanya.
Tampaknya harus dimulai dari nol lagi, pemberantasan korupsi hanya menjadi wacana yang tidak pernah selesai karena sejumlah pewacana pun sering kali menjadi bagian dari praktik tersebut. Bisa jadi bangsa ini akan jalan di tempat tanpa kemajuan yang dapat diandalkan menghadapi tantangan globalisasi. Untuk itu, memulai dari nol tampaknya harus menjadi kesadaran bahwa semua bersalah dan bangkit memperbaiki diri secara bersamaan. Dunia pendidikan dijadikan langkah awal perbaikan moral bangsa ini agar menerima keadaan seburuk apapun.
Pilar pendidikan yang terdiri atas sekolah, keluarga, dan masyarakat dibangkitkan kembali perannya. Anak yang nilai ujiannya rendah tidak dimaki karena danggap memalukan orang tuanya .. Bisa jadi rendahnya nilai di sekolah menjadi akibat rendahnya perhatian orang tua yang sibuk di luar rumah. Mungkin saja untuk antisipasinya, sejumlah orang tua mampu melobi sejumlan guru agar nilai anaknya bisa selamat. Dampaknya, permainan nilai mulai berkembang, mulai dari praktik menyontek secara bersama-sarna sampai pembelian nilai secara langsung. Praktik semacam itu tanpa sengaja sudah menjadi kebiasaan sejumlah kalangan masyarakat. Kondisi masyarakat seperti itu, tampaknya merupakan symbol kronisnya penyakit moral bangsa ini yang memupuk praktik koruptif semakin subur. Oleh karena itu, semua harus merasa bersalah dan bertekad memperbaiki diri.
Kesadaran bersalah menjadi penting agar menjadi awal yang baik. Guru, pejabat, aparat, orang tua, pemuka agama, dan masyarakat harus merasa salah dan berdosa telah mengkhianati bangsa ini demi dirinya sendiri. Tanpa kesadaran tersebut, moral tidak akan pernah membaik sehingga korupsi akan bersandingan dengan kebrutalan remaja serta kekacauan hidup di masyarakat. Pemuka agama, guru, dan pernerintah menjadi yang terdepan dalam gerakan perbaikan moral. Semangat materialisme perlu ditekan seminimal mungkin agar kebanggaan hidup mewah berubah menjadi hidup sederhana. Kegemaran pamer kekayaan digeser menjadi kesalahan sosial.
Untuk mewujudkan upaya tersebut, pemerintah harus sanggup menyeleksi pejabat yang tulus dari yang korup agar praktik hina tersebut terus dikutuk dan tidak dituruti. Hukuman penjara perlu disertai hukuman sosial terhadap pelakunya sehingga pejabat, guru, ataupun anggota legislative yang kekayaannya tidak masuk akal harus dicurigai dan tidak boleh dihargai. Hal itu akan membuat semua orang berhati-hati sehingga kontrol internal keluarga akan semakin besar. Dengan demikian, pejabat, guru ataupun anggota legislative yang mencuat kekayaannya akan dihakimi oleh keluarganya sendiri.
Membangun penghargaan terhadap kesederhanaan menjadi penting dikembangkan agar praktik korupsi dapat ditekan. Dengan cara itu, pejabat tidak mengejar tumpukan uang untuk menapaki kariernya, pemuka agama tidak berdakwah demi uang, pers dan LSM tidak disusupi pemeras yang hanya mencari peluang untuk mencari sasaran empuk. Lembaga pendidikan pun tidak menyediakan ruang untuk transaksi akademis untuk mengatrol nilai dan gelar tanpa kesesuaian dengan peserta didiknya.
Pejabat pun tidak lagi dipilih berdasarkan pertemanan, uang, dan saudara. Bila semua hal tadi dapat terwujud, bangsa ini akan merdeka dari korupsi mewujudkan seluruh harapan bersama untuk menjadi sejahtera, cerdas, dan maju. Kebanggaan hidup sederhana harus terus dikembangkan, sehingga. bangsa lain tidak lagi mudah mengeksploitasi bangsa ini. Kebanggaan terhadap negeripun perlu terus ditanamkan melalui beragam kampanye cinta bangsa, bahasa, dan tanah air serta mempunyai jiwa persatuan dan kesatuan bersama terhadap bangsa. seperti tertera dalam Sumpah Palapa yang sudah lagi jarang diucapkan. Semua bertanggung jawab untuk mengubahnya dan masih ada waktu dan jalan untuk semua harapan.
0 komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.