DEMOKRATISASI PERPAJAKAN
Pemikiran Dasar Demokrasi Pajak
Pemikiran Dasar Demokrasi Pajak
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada seektor publik. Gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah :
1. Berkurangnya kemampuan individu dalam meguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
2. Bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa public yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Pemahaman pajak dari perspektif hukum, merupakan suatu perikatan oleh karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan.
Pendekatan hukum memperlihatkan bahwa pajak yang dpungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hokum, baik bagi fiskus (pengumpul pajak) maupun bagi wajib pajak sebagai pembayar pajak. Pajak dlihat dari perspektif politik dapat dimaknai sebagai investasi politik seoarang warga negara kepada negara investasi dimaksudkan sebagai tabungan rakyat dalam rangka membantu negara dalam membiayai proyek-proyek politiknya.
Administrasi perpajakan merupakan impleentasi kebijakan, sehingga pemerintah sebagai pengumpul pajak harus dapat melaksanakan administrasi perpajakan yang mudah diakses masyarakat pembayar pajak yang direpresentasikan dengan transparasi dan akuntabilitas.
Pemanfaatan pajak, masyarakat membayar pajak sesuai dengan preferensi politiknya lebih berhak mengetahui pemanfaatan pajak yang telah disetorkannya kepada negara.
Dasar pengenaan pajak (tax base) didunia, dikelompokkan ke dalam tiga kategori :
1. Penghasilan dan Bisnis (income and business)
2. Konsumsi (Consumtion)
3. Kekayaan (Wealth).
Jenis-jenis pajaknya :
1. Penghasilan dan Bisnis (income and business)
- - Pajak penghasilan Orang Pribadi (personal income tax)
- - Pajak penghaslan badan hukum (corporate income tax)
- - Pajak pertambahan nilai (value added tax)
- - Pajak pemotongan (severace tax)
- - Pajak premi perusahaan asuransi (insurance company premium tax)
- - Pajak lisensi (license tax)
- - Pajak penjualan (sales tax)
- - Pajak honorarium (use tax)
- - Pajak bahan bakar minyak (fuel taxes)
- - Pajak minuman beralkohol (alcoholic beverage taxes)
- - Pajak produk tembakau (tobacco products tax)
- - Pajak hotel/motel (hotel/motel tax)
- - Pajak restaurant (restaurant tax)
- - Pajak percakapan telepon (telephone call tax)
- - Pajak perjudian (gamling tax)
- - Pajak bangunan (property tax)
- - Pajak bumi (estace tax)
- - Pajak warisan (inheritance tax)
- - Pajak hibah (transfer taxes)
Secara struktural tarif pajak dibagi dalam empat jenis yaitu;
1. Tarif proporsional (a proportional tax ratestructure) yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan pajak.
2. Regresif (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak menurun ketika dasar pengenaan pajak meningkat
3. Progresif (a progresive tax rate structure) tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak, dan keempat, degresif (a degresive tax rate structure) kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
Membangun Demokrasi Perpajakan Sudah ada beberapa upaya untuk memberikan warna demokrasi dalam sistem perpajakan nasional, seperti misalnya keluamya peraturan tentang pajak dan desentralisasi fiskal, dimana publik wajib pajak memiliki ruang untuk terlibat dalam proses pemanfaatan pajak.
Pajak merupakan mekanisme transaksi antara negara dan rakyat dalam penghimpunan dana untuk kepentingan keuangan negara yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Secara teoritik perpajakan rawan konflik karena terdapatnya dua kutub kepentingan yang berlawanan.
Kutub pertama adalah kepentingan negara yang menghendaki penerimaan pajak yang sebesar-besamya dan kutub kedua adalah kepentingan masyarakat pembayar pajakyang menghendaki untuk tidak membayarpajak atau membayar pajak yang sekecil-kecilnya.
Demokrasi yang berarti kesetaraan dan partisipasi, maka demokrasi perpajakan dapat dimaknai sebagai terbangunnya sistem perpajakan yang menggambarkan adanya kesetaraan antara pemerintah dan masyarakat pembayar pajak, sehingga memungkinkan munculnya partisipasi masyarakat, sejak dari proses pembuatan kebijakan perpajakan, pengumpulan pajak dan pemanfaatan uang pajak. Prinsip dari demokrasi yang paling urgen adalah meletakkan kekuasaan di tangan rakyat, bukan di tangan penguasa.
Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan perpajakan menjadi sangat penting, karena selain dapat mengeliminasi potensi konflik juga dapat meningkatkan kepatuhan sukarela masyarakat secara kolektif.
Dengan demikian, demokratisasi dalam pengelolaan pajak adalah :
1. terdapatnya mekanisme perpajakan yang dapat mengatasi konflik kepentingan antara wajib pajak danpemerintaha
2. Adanya ruang yang memadaibagi partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan perpajakan
3. Terdapatnya perundang-undangan perpajakan yang mencerminkan adanya kesetaraan hukum antara wajib pajak dan pemerintah
4. Terdapatnya perubahan pemusatan kekuasaan dari penguasa kepada rakyat yang ditandai oleh adanya akses masyarakat terhadap pengawasan pengelolaan uang pajak.
Menurut Norregaard (1997), bahwa terdapat tiga pilihan dalam penugasan keuangan kepada Daerah.
1. Seluruh basis pajak pemajakannya diserahkan kepada Daerah dan selanjutnya Daerah akan membagi hasil penerimaan pajaknya dengan Pemerintah Pusat.
2. Kewenangan pemajakan untuk seluruh basis pajak berada pada Pemerintah Pusat, dan selanjutnya untuk memenuhi keuangan Pemerintah Daerah diberikan Grant atau sejenisnya, bagi hasil atas seluruh penerimaan pajak atau pembagian jenis pajak tertentu.
3. Memberikan kewenangan pemajakan yang lebih besar kepada Daerah, bila diperlukan (masih terdapat ketimpangan) imbangannya meningkatkan penerimaan asli daerah dengan perencanaan pembagian pajak atau bantuan lain dari Pemerintah Pusat.
Sisi kelebihan dan kelemahan yang perlu dipertimbangkan dari ketiga pilihan tersebut adalah :
1. Untuk Pilihan Pertama
Kelebihannya adalah Daerah mempunyai kebebasan (kewenangan) yang seluas-luasnya terhadap upaya mobilisasi dana masyarakat sesuai dengan yurisdiksinya. Daerah dapat melakukan perencanaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya dalam .menghimp un sumber penerimaan. Kelemahannya adalah dapat menimbulkan horizontal imbalance yang dapat memicu terjadinya konflik horizontal antar daerah. Mendorong terjadinya eksploitasi pajak secara besar-besaran oleh Pemerintah Daerah dan cenderung mengorbankan masyarakatnya dan melahirkan neo-KKN yang dapat menimbulkan disinsentifbagi tumbuhnya ekonomi local akibat biaya ekonomi tinggi.
2. Untuk Pilihan Kedua
kelebihannya adalah terdapatnya kepastian hukum bagi investor untuk melakukan investasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena adanya perlakuan ketentuan yang sama. Pemerintah Pusat lebih mudah untuk melakukan kontrol terhadap stabilisasi fiskal sehingga pertumbuhan ekonomi nasional lebih mudah dibangun. Kelemahannya adalah dapat menimbulkan vertical imbalance akibat daerah tidak dapat memenuhi sumbersumber pembiayaannya karena seluruh potensi pajak dikelola dan dibawa oleh Pusat. Dalam jangka menengah dan panjang ketergantungan Daerah kepada Pusat semakin tinggi, mengakibatkan otonomi menjadi mandul. Memicu munculnya perlawanan daerah kaya dan atau gerakan separatis yang dapat mengancam disintegrasi bangsa.
3. Untuk Pilihan Ketiga
kelebihannya adalah daerah mempunyai kewenangan yang memadai untuk melakukan mobilisasi dana masyarakat guna memenuhi sumber-sumber pembiayaannya namun masih berada dalam koridor ketentuan hukum negara. Dapat mengeliminasi terjadinya vertical dan horizontal imbalance, karena adanya penerimaan yang proporsional antara Pusat dan Daerah, dan Menjamin terbukanya partisipasi masyarakat, sehingga memungkinkan terjadinya proses demokratisasi baik ekonomi maupun politik. Kelemahannya adalah waktu yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan akan lebih lama mengingat banyaknya perbedaan yang ada pada masing-masing daerah. diantara daerah itu sendiri. Keputusan yang diambil bisa kurang akurat, akibat data/informasi yang dipergunakan sudah tidak relevan dengan perkembangan yang ada.
Untuk mencapai sistem perpajakan yang baik, Adam Smith dalam Simon dan Nobes (1992) sebagaimana dikutip Nasucha (2003) memberikan empat prinsip perpajakan yang harus terpenuhi, yaitu; keadilan (equity), kepastian (certainty), kecocokan (conoience), efisiensi (efficiency). Dan hal penting lainnya adalah daerah akan dituntut untuk melaksanakan sistem perpajakan secara transparan, akuntabel dan efisien.
Tugas utama administrasi perpajakan adalah; periama, penyediaan informasi dan mengarahkan Wajib Pajak; ke du a, melaksanakan pendaftaran, penatalaksanaan dan memproses pelaporan Wajib Pajak; ketiga, monitoring pembayaran pajak; keempat, pengawasan atau pemeriksaan terhadap pelaporan Wajib Pajak; kelima, memberikan pelayanan hukum perpajakan.
Hal yang paling penting adalah perlunya dibangun kesadaran bahwa pelaksanaan desentralisasi kewenangan perpajakan harus dimaknai sebagai upaya mewujudkan demokrasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persyaratan yang harus dipenuhi daerah, ketika taxing power itu menjadi keniscayaan, yaitu :
1. Biaya pemungutan pajak menjadi lebih efisien, sehingga uang pajak dapat digunakan secara maksimal untuk kepentingan masyarakat
2. Pengelolaan keuangan di daerah harus menganut Hard Budget Constraint dan Money Follow Function
3. Daerah harus menjadi lebih kondusif bagi investasi sehingga ada pertumbuhan ekonomi makro di daerah yang pada gilirannya memperkuat stabilisasi ekonomi makro nasional
4. Masyarakat dipermudah aksesnya terhadap penentuan perpajakan di daerah dan pengawasan pemanfaatan uang pajak.
Faktor-faktor yang pada umumnya mempengaruhi suatu negara melaksanakan desentralisasi fiskal diantaranya sebagai berikut;
1. Faktor ketimpangan fiskal (fiscal imbalanc e), baik vertikal maupun horizontal. Faktor ini merupakan alasan utama perlunya dilakukan desentralisasi fiskal, karena selain dipandang dapat menyehatkan anggaran pusat juga dapat memandirikan keuangan daerah
2. Faktor stabilitas makro ekonomi, pertumbuhan ekonomi makro akan bermakna apabila pertumbuhan itu diawali dari adanya pertumbuhan makro ekonomi di daerah
3. Faktor Urbanisasi, perpindahan penduduk pedesaan ke perkotaan telah menjadi pemicu munculnya kerawanan sosial di kota. Urbanisasi lebih didorong oleh tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai di pedesaan.
Bagi Indonesia, selain ketiga faktor tersebut di atas, masih ada faktor yang lebih memungkinkan untuk dilaksanakannya desentralisasi perpajakan, yaitu : Aspek konstitusional, dengan diundangkannya VU Nomor 25 Tahun 1999 diganti dengan VU No 33 tahun2004, Indonesia tidak lagi mempergunakan ketentuan hukum warisan kolonial Belanda sebagai dasar pengelolaan keuangan negara yang tentunya sangatsentralistis, yaitu JCW (Indische comiabiliteit Stoei), RAB (Regelen Voor Het Administratif Beheer) dan JAR (Instructive en vendere bepelingen voor de Algemen Rehen kamer) yang diberlakukan sesuai Aturan Peralihan UUD 1945 Desentralisasi poliiik yang tengah berlangsung, ditandai oleh pernilihan kepala pemerintahan secara langsung mencerminkan adanya demokratisasi, yang berarti menempatkan peran rakyatsebagai pemegang kedaulatan pada posisi menentukan, merupakan kondisi yang baik untuk dilakukannya desentralisasi perpajakan.