NEGARA DAN POLITIK PERPAJAKAN
Beberapa asumsi teoritik sebagai negara yang besar dan luas wilayah (sabang-merauke), Indonesia memilii banyak potensi sumber daya alam yang dapat memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya. Tetapi potensi itu hingga kini belum maksimal diekplorasi, bahkan sebagian telah dikuasai oleh kaki tangan negara asing.
Indonesia baru adalah Indonesia yang selain, ingin merealisasikan demokrasi yang baik, yang bisa dipergunakan sebagai landasan terlaksananya tata pemerintahan yang baik, juga berkeinginan menampilkan peranan rakat yang lebih dinamis dalam percaturan politik, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal.Dalam system negara yang seperti apapun, peran rakyat tetap memiliki magnet yang besar bagi bangunan masyarakat yang baik. Negara kesatuan, federasi tahu apapun system kenegaraan monarki dan kesultanan, peran rakyat tetap diperlukan untuk mendorong pembangunan, mengawasi pelaksanaan pemerintahan dan mengisi ruang yag tersedia agi proses terciptanya suatu tatanan yang berkeadaban.
Teoari negara kontemporer telah memperkenalkan dua bentuk egara yang dikenal saat ini, yaitu :
1. Bentuk negara kesatuan yang terdiri dari negara kesatuan dengan system sentralisasi.
Yaitu pemerintah pusat menyelenggarakan seluruh urusan kenegaraan, sementara pemerintah daerah merupakan pihak yang dimintai untuk melaksanakan perintah pusat dan negara kesatuan. Negara kesatuan adalah negara yang merdeka dan berdaulat yang dalam penyelenggaraan negaranya hanya diurus oleh pemerintah pusat sehingga pemerintah pusat mepunyai kekuasaan penuh atas seluruh daerah yang berada di wilayah negara. Sistem Desentralisai yaitu daerah dierikan kebebasan dan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri secara otonomi. Secara politik pemerintahan berada pada satu peerintahan yang kekuasaannya meliputi seluruh wilayah yang menjadi bagian dari negara. Konsep ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan wilayah negara dari ancaman negara lain terhadap keutuhan wilayah, artinya kekuasaan yang dimaksudkan dalam konsep negara kesatuan, menegaskan pasa aspek kesatuan wilayah atau territorial dan tidak pada pemusatan kekuasaan.
2. Bentuk negara bersifat serikat (federasi)
Konsep negara Serikat (federasi) berawal dari asumsi bahwa negara federal dibentuk oleh bergabungnya negara-negara atau wilayah yang secara hukum dan politik telah mempunyai kedaulatan sebagai negara independen, selanjutnya berubah status menjadi negara bagian.
Negara federal terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1. Federalisme Murni yaitu negara yang secara tegas mengklaim sebagai negara federal.
2. Federal Arrangement yaitu negara yang secara tidak tegas menyatakan sebagai ngara federal namun dalam pelaksanaanya menjalankan secara kuat otonomi pemerintahan.
3. Associated States yaitu negara induk yang dibentuk oleh perkumpulan negara-negara yang faktanya sebagai negara, namun belum dapat memenuhi kebutuhannya sebagai negara secara mandiri.
Kekuasaan negara federasi dibatasi pada masalah moneter, pertahanan, peradilan, dan hubungan luar negeri. Dan persoalan moneter tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, karena dapat ditemukannya benang merah (penyerahan kekuasaan oleh pemerintah kepada daerah-daerah otonomi), antara bentuk negara federasi dengan bentuk negara kesatuan dengan system desentralisasi. Negara serikat (federasi) adalah negara yang terbentuk atas bergabungnya negara-negara dan negara yang menggabungkan diri itu selanjutnya menjadi negara bagian hanya pada pihak yang menyerahkan kekuasaan itu.
Indonesia yang menggunakan system pemerintahan republic, seharusnya menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan (kekuasaan) tertinggi. Pemerintah pusat mempunyai kekuasaan yang terbatas dan oleh karenanya kekuasaan pemerintahan harus didistribusikan ke pemerintahan yang lebih rendah sehingga menjadi lebih dekat dengan rakyat.Desentralisasi pemerintahan, akan meudahkan akses pelayanan publik dan meningkatkan peran masyarakat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka serta meningkatkan akuntabilitas pemerintah.
Kesulitan memformulasikan desentralisasi secara baku adalah karena meyangkut berbagai bentuk dan diensi seperti aspek fiskal, politik, perubahan administrasi dan system pemerintahan. Kebijakan desentralisasi harus dipahami tidak hanya sebagai pelimpahan urusan atau admnistrasi, melainkan meliputi pelimpahan perencanaan, pengambilan keputusan dan bentuk akuntablitasnya, dan dimaknai sebagai upaya restrukturisasi kekuasaan intra pemerintahan sehingga meimbulkan harmonisasi kekuasaan antara pusat dan daerah yang pada gilirannya dapat meningkatkan otoritas dan kapasitas daerah.
Empat kelompok desentralisasi, adalah sebagai berikut :
1. Desentralisasi Politik (Political Decentralization) yaitu pelimpahan kewenangan yang diberikan kepada masyarakat daerah (DPRD) untuk melakukan rekruitmen pimpinan politik dan atau pejabat publik sesuai dengan kriteria yang dikehendaki oleh masyarakat daerah itu sendiri.
2. Desentralisasi Administrasi (Administrative Decentralization) terdiri dari tiga kelompok :
1) Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pusat kepada kepala kanwil atau kepala institusi vertical yang berada di daerah.
2) Devolusi, yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat yang lebih rendah dalam bidang keunangan atau tugas pemerintahan dan pihak pemerintah daerah mendapat diskresi yang tidak dikontrol oleh pemerintah pusat
3) Delegasi, yaitu pelimpahan wewenang untuk tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur birokrasi regular yang dikontrol secara tidak langsung oleh pemerintah pusat.
3. Desentralisasi Fiscal (Fiscal Desentralization) yaitu pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mebuat kebijakan fiskal melalui kebeasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan public da mendapatkan sumber-sumber penerimaan didaerah.
4. Desentralisasi Ekonomi (Economic Desentralization) yaitu pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola potensi ekonomi daerah seperti sumber daya alam.
Pihak yang melihat sisi positif atas pelaksanaan desentralisasi diantaranya Hill (1974), Shepard (1975), Hart (1972), dan Maas (1959) melihat :
1. Sisi ekonomi, bahwa desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi melalui pemenuhan pelayanan dan keutuhan publik,
2. Sisi poitik, bahwa desentralasasi akan memperkuat akntabilitas, keterampilan politik dan integrasi nasional.
Makna positif penting menurut Leemans (1970) dan Feester (1965) yang dikutip Sarundajang (2001) dalam arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah menjelaskan bahwa hal yang paling penting dari tujuan desentralisasi adalah nilai-nilai dari komunitas politik yang dapat berupa kesatuan bangsa (national unity), pmerintahan demokrasi, (democrat ic government), kemandirian sebagai penjelmaan dari otonomi, efisiensi administrasi, dan pembangunan sosial ekonomi.Selain menghasilkan pengadaan pelayanan publik yang efisien dan adil, juga merangsang partisipasi demokrasi yang lebih besar, manfaat lain dapat memperbaiki aksesibilitas, tanggung jawab lokal, dan efektifitas pemerintah.
Menurut Bird Ebel dan Wallich, desentralisasi itu sendiri bisa gagal memperbaiki pelayanan daerah dan mengganggu stabilitas nasional, apabila desentralisasi yang dilaksanakan tidak disertai dengan langkah-langkah yang dapat menjamin stabilitas mobilisasi dana yang mencukupi dan berlanjut, dan memastikan kemampuan serta tanggung jawab daerah dalam mengeola pengeluaran.
Pajak harus menjadi kewenangan dan bila ditingkatkan menjadi kebijakan daerah, sepanjang unsur pengambilan kebijakan tersebut memenuhi prinsip-prinsip demokrasi dan system politik yang ada, artinya daerah boleh melakukan improvisasi atas hal ini sesuai dengan nilai-nilai lokal mereka, misalnya daerah yang berpenduduk muslim besar boleh menerapkan aturan zakat atau perda tentang zakat. Isu pokok penting dalam desentralisasi fiskal :
1. Pembelanjaan harus dapat dijeaskan dengan pembagian tugas secara teas antar tingkat pemerintahan, untuk itu subsidiarity principles sangat relevan.
2. Pendapatan harus dapat mencerminkan adanya koordinasi dan harmonisasi perpajakan sehingga memunculkan otoritas fiskal.
3. Penyetaraan Fiskal yaitu mekanisme untuk mengeliminasi adanya ketimpangan fiskal vertical dan horizontal.
4. Displin dan tanggung jawab anggaran artinya daerah secara otonomi dapat menawarkan jenis pelayanan dan daerah bertaggung jawab dalam pelaksanaannya karena memperhatikan aspirasi masyarakat yang berembang.
Hal yang harus diperhatikan ketika akan melakukan desentralisasi kewenangan penerimaan kepada daerah :
1. Pendapatan dari sumber sendiri paling tidak cukup untuk memungkinkan daerah-daerah kaya untuk membiayai sendiri pelayanan lokal, terutama yang mempunyai manfaat bagi masyarakat setempat,
2. Sedapat mungkin penerimaan-penerimaan daerah dapat dipungut hanya dari masyarakat setempat, terutama yang manfaatnya mereka terima dari pelayanan pemerintah daerah.
Diharapkan dengan adanya pelayanan publik yang diberikan pemerintah daerah secara baik kepada masyarakat, maka dengan sukarela masyarakat dapat memberikat kompensasinya berupa pembayaran retribusi sesuai dengan fasilitas yang diterimanya.
Untuk mendukung agar desentralsasi dapat berjalan dengan baik, maka terdapat dua persyaratan yang disarankan oleh Bird (2000) yaitu :
1. Proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis
2. Keputusan yang diambil harus sesuai dengan rancangan kebijakan. Bentuk kewenangannya adalah kepemilikan hak suara dalam proses penetapan obyek pajak, sehingga turut menentukan, obyek pajak mana saja yang menjadi kewenangan pusat dan mana yang menjadi kewenangan daerah serta mana yang bisa bersama-sama. Pusat dan daerah bersama-sama menentukan besarnya tariff pajak yang akan dikenakan dan pada level mana tariff itu menjadi kewenagan masing-masing pihak.