POLITIK KEADILAN DALAM PERPAJAKAN
Agar dapat meminimalisirkan “Pembangkangan” sosial di daerah seperti munculnya berbagai protes, pemberontakan dan usaha untuk memisahkan diri dari republic ini dapat diatasi, maka rezim politik yang berkuasa harus berkaca pada kondisi yang ada dan harus memberikan sesuatu jaminan kepada daerah-daerah.
Tiga skema pola transfer dana dari pusat ke daerah yang digunakan Indonesia, yaitu :
1. Bagi Hasil Pajak,
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Ketiga skema tersebut digunakan untuk mengeliminasi terjadinya ketimpangan fiskal vertical dan ketimpangan fiskal horizontal, sehingga penyediaan barang public dan pelayanan publik dapat dilaksanakan pemerintah daerah dengan baik, sekalipun usaha untuk meminimalkan ketimpangan ternyata mengandung kelemahan, diantara kelemahan tersebut adalah tingginya ketergantungan keuangan daerah kepada pusat.
Stabilitas makro ekonomi sebagai alas an utama pusat menerapkan bagi hasil pajak, dalam keyataannya sulit diterima karena banyaknya capitalflight dari Indonesia akibat banyaknya pungutan di daerah yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi dan tidak adanya kepastian hukum. Dalam berbagai studi menujukkan Kebijakan desentralisasi fiskal masih belum dapat dipahami sebagai pelimpahan kewenangan kepada daerah dalam hal tugas-tugas pengeluaran dan pembagian penerimaan negara kepada daerah. Seharusnya dipahami seagai bentuk pengakuan hak atas kewenangan yang seharusnya dimiliki oleh daerah, sehingga dapat mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya sebagai pemenang kedaulatan negara. Ole karena itu daerah seharusnya mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengeluaran anggaran karena diyakini pemerintah daerah lebih mengetahui kebutuhan masyarakat didaerahnya, dan rakyat sudah terlibat dalam proses pebuatan kebijakan anggaran (perpajakan) sampai pada pengawasan pelaksanaan anggaran didaerahnya.