PENGADAAN BARANG DAN JASA
1. Kebijakan Umum
a. Direksi menetapkan kebijakan umum dalam pengadaan barang/jasa dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku sekurang-kurangnya mencakup prinsip kebijakan dan etika pengadaanbarang/jasa. Kebijakan tersebut harus ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan perubahan lingkungan usaha.
b. Direksi menetapkan batasan nilai dan kebijakan mengenai kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan secara swakelola, pembelian langsung, penunjukan langsung maupun melalui lelang.
c. Untuk pengadaan barang/jasa yang bersifat khusus seperti minyak mentah (crude oil), BBM dan NBBM/Petrokimia tetap menggunakan pola pengadaan yang paling menguntungkan Perusahaan dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku.
d. Tujuan Perusahaan dalam melakukan pengadaan barang/jasa adalah untuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dalam jumlah, kualitas harga, waktu dan sumber yang tepat, secara efisien dan efektif, persyaratan kontrak yang jelas dan terinci serta dapat dipertanggungjawabkan.
2. Perencanaan
a. Setiap unit kerja/fungsi harus menyusun kebutuhan akan barang/jasa setiap tahun dengan memperhatikan skala prioritas, ke-ekonomian dan tata waktu.
b. Rencana kebutuhan barang/jasa dari unit kerja/fungsi yang telah disetujui harus dicantumkan dalam RKAP.
c. Perencanaan pengadaan barang/jasa harus melibatkan fungsi-fungsi terkait.
3. Pengorganisasian
a. Panitia pengadaan/lelang harus memiliki kompetensi, kualifikasi teknis dan telah mendapatkan pelatihan proses pengadaan serta memperoleh sertifikasi pengadaan yang sesuai denganketentuan yang berlaku, dengan masa penugasan:
1) paling lama 1 (satu) tahun untuk panitia yang anggotanya ditunjuk berdasarkan jabatanstruktural setelah itu dapat ditunjuk kembali.
2) sampai dengan penetapan pemenang untuk panitia yang anggotanya ditunjuk secara personal (by name).
b. Panitia lelang untuk setiap unit kerja dibentuk dengan Surat Keputusan (SK) Pimpinan Unit/General Manajer/Direksi sesuai dengan batasan kewenangan masing-masing.
c. Untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai tertentu yang dilakukan secara swakelola, pembelian langsung dan penunjukan langsung dilaksanakan oleh fungsi pengadaan unit setempat.
4. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus didasarkan pada RKAP. Bila suatu barang/jasa yang dibutuhkan oleh unit/ fungsi tidak dimuat dalam RKAP, maka unit/fungsi yang bersangkutan harus meminta persetujuan pejabat berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Dalam proses pengadaan barang/jasa harus dilandasi prinsip sadar biaya (cost consciousness) dan diupayakan untuk tidak tergantung pada pihak tertentu.
c. Perusahaan harus mengelola basis data para penyedia barang/jasa yang ada disetiap unit dan terintegrasi secara korporat untuk mengetahui jejak rekam (track record) dari setiap penyedia barang/jasa.
d. Kinerja masing-masing penyedia barang/jasa dievaluasi secara berkala dan hasilnya dijadikan dasar untuk memutakhirkan basis data penyedia barang/jasa serta dipakai sebagai masukan dalam proses pengadaan barang/jasa selanjutnya.
e. Dalam kondisi yang memungkinkan pelaksanaan pengadaan melalui pengadaan secara elektronik (e-procurement).
f. Perusahaan harus memiliki Harga Perkiraan Sendiri yang dikalkulasi dengan keahlian dan berdasarkan data harga unit setempat dan/atau unit lainnya yang dapat dipertanggung jawabkan.
g. Setiap pengadaan barang/jasa yang akan dilaksanakan harus diikat dengan Surat Perjanjian (kontrak), Surat Pesanan Pembelian atau Surat Perintah Kerja dengan mencantumkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5. Pengendalian
a. Perusahaan mempunyai suatu mekanisme pengendalian untuk memastikan bahwa barang/jasa yang diadakan telah sesuai dengan RKAP, telah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang, dan tidak dipecah-pecah dalam nilai pengadaan yang lebih kecil dengan maksuduntuk menghindari dilakukannya prosedur lelang.
b. Setiap anggota panitia pengadaan/lelang, penyedia barang/jasa dan pejabat yang berwenang harus menandatangani pakta integritas, yaitu pernyataan yang berisikan tekad untuk melaksanakan pengadaan secara bersih, jujur, dan transparan.
c. Pelanggaran terhadap pakta integritas tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pelaporan
Secara berkala unit atau fungsi pengadaan barang dan jasa /panitia pengadaan barang/jasamembuat laporan kepada pemberi tugas yang memuat, antara lain, informasi mengenai suratpesanan dan kontrak-kontrak yang sudah selesai dan informasi mengenai adanya wanprestasi darimitra kerja.
KENDALA YANG DIHADAPI
Kendala yang dihadapi perusahaan dalam mendistribusikan produknya datang dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal kendala dapat berasal dari kebijakan yang dikeluarkan perusahaan menyangkut distribusi dan pelayanan, serta sarana-prasarana penunjang dalam distribusi. Sedangkan dari sisi eksternal, kendala dapat berasal dari cara pendistribusian dan tempat yang dituju (SPBU) dan konsumen.
A. KENDALA INTERNAL
Dari sisi internal, Pertamina mempunyai masalah dalam hal proses transisi menuju perusahaan yang mampu menerapkan GCG (good corporate governance) secara konsisten, inefisiensi dalam hal eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan distribusi, serta hambatan dalam hal investasi.
Dari sisi regulasi, Pertamina menghadapi masalah dalam hal pricing, distribusi, dan penataan sektor. Dari sisi pengambilan keputusan, Pertamina menghadapi masalah pemenuhan kepentingan publik yang erat kaitannya dengan Pertamina sebagai pelaksana fungsi PSO (public serviceobligation), serta kentalnya intervensi politik.
1. Kebijakan
Kebijakan distribusi PT Pertamina dapat dilihat dari Program Transformasi yang telah dimulai pada tahun 2006, yaitu suatu program dalam upaya melakukan perubahan untuk memposisikan diri menjadi lebih baik dalam menyikapi tantangan bisnis dan lingkungan usaha yang terus berkembang. Program Transformasi Pertamina dilakukan secara terencana dan bertahap dalam kurun waktu per tiga tahun yang disebut sebagai Repetita (Rencana Pembangunan Tiga Tahun). Sesuai visi perusahaan maka target Program Transformasi Pertamina pada tahun 2014 yaitu menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia, dengan konsep Tata Nilai 6C yaitu Clean, Competitive, Confident, Costumer Focused, Commercial dan Capable. Salah satu bentuk dari Program Transformasi di bidang Costumer focused adalah berorientasi pada kepentingan pelanggan, komitmen untuk pelayanan yang terbaik dan meningkatkan citra perusahaan di masyarakat. Upaya ini bukanlah kerja yang ringan, namun membutuhkan kerja keras dari internal Pertamina sebagai perusahaan penyedia energi dan memerlukan dukungan masyarakat tentunya.
Pertamina dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, salah satu upaya yang telah dan sedang dilakukan yaitu pada SPBU Pertamina melalui program Pertamina Pasti Pas.
2. Sarana dan prasarana
Kendala yang dihadapi PT Pertamina dalam hal sarana dan fasilitas baik bidang pengadaan maupun distirbusi BBM (misalnya, untuk Wilayah DKI Jakarta/sekitarnya dan Merak/sekitarnya) salah satunya mencakup transportasi.
Sarana dan fasilitas atau lembaga yang berperan dalam pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi umumnya melakukan kegiatan penerimaan, penimbunan dan penyaluran bahan bakar. Sarana dan fasilitas penerimaan dan penimbunan tersebut antara lain: Instalasi atau Depot Bahan Bakar atau Filling Plant, Stasiun pengisian BBM untuk TNI, Stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk umum (SPBU), Premium Solar Packet Dealer (PSPD), untuk mengisi bahan bakar minyak solar untuk kapal, Stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk bunker (SPBB), pengisian bahan bakar untuk kapal, Bunker Pertamina.
Sarana transportasi distribusi bahan bakar minyak dan gas bumi tersebut antara lain:
a. Kapal Tanker; digunakan untuk mengangkut BBM atau Non-BBM dari kilang ke instalasi atau depot bahan bakar.
b. Instalasi/Depot Bahan Bakar; digunakan untuk menerima dan menampung BBM atau Non-BBM untuk didistribusikan ke dealer atau ke konsumen.
c. Mobil/truk tangki; digunakan untuk mengangkut BBM atau Non-BBM dari instalasi ke Dealer atau ke Konsumen.
d. Tongkang; merupakan sarana angkutan BBM atau non-BBM di sungai. Tongkang digunakan di daerah yang memanfaatkannya sebagai sarana transportasi.
e. Rail Tank Wagon (RTW); merupakan sarana angkutan BBM atau non-BBM dengan kereta api.
f. Tangki Timbun; sarana yang digunakan untuk menimbun BBM atau non-BBM dalam jangka waktu tertentu, sebelum disalurkan ke dealer atau konsumen.
g. Tangki Terapung (Floating Storage); sarana yang digunakan untuk menimbun BBM atau non-BBM dalam jangka waktu tertentu, sebelum disalurkan ke dealer atau konsumen yang terletak terapung di laut. Contoh di Teluk Jakarta terdapat tangki terapung yang merupakan supply point solar dan minyak tanah untuk Jakarta, Semarang dan Surabaya.
h. Pipa; merupakan sarana untuk menyalurkan BBM atau gas bumi dari kilang ke depot/instalasi bahan bakar, atau ke SPBG atau ke Dealer atau langsung ke konsumen.
2. KENDALA EKSTERNAL
Kendala eksternal dalam pendistribusian produk dibagi menjadi kendala dalam sistem distribusi dan kendala pada tempat tujuan (SPBU dan konsumen).
Distribusi BBM dari kilang sampai ke SPBU dan konsumen rawan sekali terjadinya kendala teknis dan penyelewengan yang menyebabkan kelangkaan BBM. Dari 6 kilang Pertamina yang masih beroperasi sebagian sudah berumur tua dan banyak mengalami kendala dalam operasi karena hampir tidak ada peremajaan kilang secara signifikan. Selain itu juga belum ada investor yang mau membangun kilang minyak baru di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan karena di masa datang bisnis pengolahan minyak mentah menjadi BBM kurang menguntungkan bila dibanding dengan trader atau pedagang BBM. Mengolah minyak di kilang akan menimbulkan biaya dan resiko tinggi dibanding trader BBM yang cukup dengan menyewa tempat plus peralatan kantor dan tiga orang pegawai saja sudah dapat menjual BBM.
Sistem distribusi bahan bakar minyak dan gas bumi untuk sektor transportasi yang dipakai atau dikembangkan dipengaruhi oleh faktor lokasi dan jarak konsumen dengan depot bahan bakar, fasilitas dan sarana distribusi yang menunjang serta jenis konsumen dan jenis bahan bakar yang dibutuhkan.
Di wilayah DKI Jakarta/sekitarnya kebutuhan BBM dipasok oleh Depot Plumpang, sedangkan wilayah Merak/sekitarnya dipasok oleh Depot Merak. Saat ini Kedua Depot ini menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat.
1. Di Depot Plumpang, angka ketahanan stock masing-masing BBM (premium, kerosene, solar) kurang dari 17 hari, hal ini dinilai sangat kritis. (17 hari merupakan jangka waktu ketahanan stock ideal yang ditetapkan oieh Pertamina DIT.PPDN).Untuk meningkatkan ketahanan stock sampai min. 17 hari, Depot tersebut menghadapi kendala: keterbatasan kapasitas tangki, frekuensi angkutan mobil tangki distribusi, serta keterbatasan lahan.
Posisi Depot Plumpang saat ini sudah berada di daerah pemukiman padat, dan lokasi yang lebih rendah (bila turun hujan terjadi banjir). Selain itu Depot Plumpang juga menerima dampak yang akibat terbatasnya kemampuan dermaga Instalasi Tanjung Priok dalam menampung kapal tanker. Dermaga Tanjung Priok terletak pada alur pelayaran umum, dan frekuensi pelayaran saat ini terus meningkat; hal ini mengakibatkan terganggunya kegiatan pengadaan BBM ke Instalasi Tanjung Priok. Karena Depot Plumpang menerima pasokan dari Instalasi TP. maka pengadaan BBM di Depot Plumpang juga mengalami gangguan. Kelangkaan BBM semakin mengancam dengan terbakarnya salah satu tanki penampung Premium Depo Pertamina di Plumpang 18 Januari 2009 lalu.
2. Di Depot Merak, untuk memenuhi kebutuhan BBM yang terus meningkat, depot ini menghadapi kendala yaitu keterbatasan daya tampung tangki. Angka ketahanan stok BBM untuk produk premium, kerosene, dan solar pada depot ini juga dibawah 17 hari.
Untuk meningkatkan ketahanan stock tersebut, depot ini menghadapi kendala keterbatasan lahan. Selain itu, masalah yang dihadapi oleh depot ini adalah besarnya biaya pengadaan BBM dari tangker raksasa di Teluk Semangka yang cukup tinggi; yaitu sebesar Rp. 26.675,290.000,- per tahun (F.H. Wibowo, 2006).
Selain itu, kendala pengiriman BBM ke SPBU ke lokasi yang jauh atau di daerah pedalaman. Pada jalur ini banyak terjadi kendala karena selain melalui pipa, BBM yang diangkut dengan mobil tanki, kereta api, kapal laut tentunya tidak terlepas dari keadaan alam. Di samping itu juga seringnya terjadi penyelewengan seperti penyelundupan, pengoplosan dan penimbunan yang kesemuanya itu tentu akan mengganggu ketersediaan BBM di masyarakat. Kita tidak asing lagi mendengar istilah kapal “kencing di laut” yaitu penyelundupan minyak dari kapal Indonesia keluar negeri melalui kapal asing yang ditransfer di tengah laut atau berita-berita terungkapnya kasus penimbunan BBM.
Kendala yang dihadapi Unit Pengolahan Minyak Pertamina yang mencakup kilang Unit Pengolahan (UP) II Dumai, UP III Plaju, UP IV Cilacap, dan UP VI Balongan dengan sarana transportasi tanker dan atau pipa melalui Instalasi atau Depot Tanjung Priuk/Plumpang adalah belum efektif, efisien dan berkesinambungannya sistem distribusi bahan bakar di unit pengolahan tersebut.
Kendala di SPBU terlihat pada kasus kelangkaan BBM terutama premium dan solar masih dialami masyarakat karena kekosongan stok BBM di beberapa SPBU. Saat pengelola SPBU ditanya, mereka seenaknya menjawab kekosongan BBM karena belum datangnya pasokan dari Pertamina.
Pertamina beralasan kelangkaan BBM kali ini disebabkan adanya libur panjang akhir tahun dan masih terdapatnya kendala dalam aplikasi sistem baru pengadaan BBM secara online. Dari sisi supply kendala utama adalah ketersediaan minyak mentah -Crude oil- yang akan diolah oleh kilang Pertamina menjadi BBM. Saat ini dari 6 kilang Pertamina yang beroperasi -Satu kilang di Pangkalan Brandan telah ditutup- mampu mengolah minyak mentah lebih kurang 1 juta barrel perhari dari kebutuhan BBM 1,5 juta barrel perhari, sehingga sekitar 400.000-500.000 barrel harus diimpor baik dalam bentuk minyak mentah maupun BBM dengan harga internasional.
Dengan terjadinya penurunan produksi minyak mentah dan terbatasnya impor dari sisi Supply serta semakin bertambahnya konsumsi BBM dari sisi Demand maka terjadilah tarik menarik antara Supply dan Demand. Tetapi karena harga telah dipatok oleh Pemerintah maka tarik menarik Supply - Demand ini akan mengakibatkan terjadinya distorsi pada distribusi seperti terjadinya penyelundupan, pengoplosan dan penimbunan BBM karena di samping motif cari untung juga karena kekhawatiran masyarakat tidak mendapatkan BBM yang tentunya hal ini akan mengakibatkan terjadinya kelangkaan BBM di beberapa tempat.
Kelangkaan BBM di sejumlah daerah mengakibatkan beberapa SPBU tutup. Kelangkaan terjadi akibat adanya pengurangan pasokan dari Pertamina. Pada saat langka, rata-rata SPBU menjual bensin hanya tiga sampai empat jam, Antrean tampak semrawut karena pengendara saling berebut untuk segera dilayani. Akibat kelangkaan, sekarang harga bensin di tingkat pengecer melambung tinggi ( Sriwijaya Post - Selasa, 24 Februari 2009).
0 komentar:
Posting Komentar